Feeds:
Pos
Komentar

 9 dari 10 tulisan

Persepsi Historis Sampainya Islam Ke Pemerintahan           

Allah telah memilih jazirah Arab sebagai tempat kelahiran risalah,

”Allah lebih mengetahui dimana Allah menjadikan risalah-Nya” (Al-An’am:124)

Orang yang merenungkan pemilihan ini, akan menangkap salah satu sisi yang terdalam dari hikmah ilahiyah, bahwa waktu itu jazirah Arab waktu itu tidak berada dibawah hegemoni salah satu dari dua negara besar, Persia dan Romawi. Walaupun sangat dekat dengan perbatasanya. Betapapun Dakwah Islam dimulai dimakkah yang jauh dari kekuasaan negara besar, namun ia terkepung di Makkah, karena Quraisy memiliki kekuasaan yang dominan atas um al-qura (induk negeri-negeri, yakni makkah). Quraisy memandang Dakwah yang disebarkan oleh Nabi Muhammad dan kaum muslimin lainya dapat mengancam kepentingan dan pengaruhnya , sehingga mendorong Rasulullah saw mencari basis yang aman untuk dakwah islam sebagai titik tolak terciptanya daulah islam. Karena alasan itulah, beliau memerintahkan para sahabat untuk hijrah ke Habasyah dan Beliau sendiri berangkat ke Thaif.           

Kemudian Rasulullah saw mendapatkan apa yang dirindukanya di Madinah setelah bai’at pertama dan kedua. Secara Politis di Madinah tidak ada kekuasaan sentral yang kuat yang memiliki satu sikap tunggal terhadap tegaknya daulah Islam. Tidak seperti di Makkah, dimana kafir Quraisy memiliki satu sikap tunggal untuk memerangi dakwah islam. Di Madinah ada tiga kekuatan kabilah yang hampir seimbang, yaitu kabilah Aus, Kazraj dan Yahudi. Selanjutnya setelah mendirikan masjid dan mempersaudarakan antara kaum anshar dan muhajirin, Rasulullah saw meletakkan undang-undang pemerintahan awal walapun belum utuh, yang biasa kita kenal dengan Piagam Madinah, ahli sejarah menamakanya dengan ”Shahifa”. Itulah persepsi historis (shurah tarikhiyah) sampainya islam kepanggung kekuasaan/ pemerintahan.Pemerintahan itu terus berlanjut-baik dalam kondisi ideal maupun yang tidak ideal-hingga adanya konspirasi besar internasional terhadap islam dengan meruntuhkan kekhilafahan dan mencabik-cabik bangsanya, membangun eksistensi kedaerahan, negara-negara kecil dan aliran pemikiran. 

Dalil-Dalil yang Membolehkan Masuk Kedalam Pemerintahan          Lanjut Baca »

Sistem Politik Islam dan Demokrasi
(1 dari 10 Tulisan)
 
Petunjuk membaca:
 Sebelum membaca artikel ini, sebaiknya anda membaca terlebih dahulu artikel sebelumnya 
= ISLAM DAN KETERLIBATAN DALAM PEMERINTAHAN
Pahami setiap kata secara objektif dari awal hinggga akhir tulisan, anda akan 
menangkap esensi dari tulisan ini.......pikiran dibalik pikiran.  
Terinspirasi buku ”Ikhwanul Muslimin Anugerah Allah yang Terdzolimi: 
Menjawab Tuduhan dan Fitnah” Dengan berbagai sumber 
Jika ada yang berpendapat bahwa pemilihan umum adalah bagian dari system 
demokrasi dan demokrasi tidak boleh kita ambil karena tidak islami, kita 
pastikan system demokrasi adalah system jahili 
(tidak islami) karena berasal dari peradaban barat, tetapi apakah kita 
dilarang mengambil salah satu 
bagian dari system itu yang sekiranya tidak bertentangan dengan islam? 
silahkan simpulkan sendiri dari
 tulisan ini....dan anda akan mendapatkan jawabanya........

Sebelum menyampaikan banyak hal. Sebagai contoh, kita harus mengetahui dahulu apa makna dari ”tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah”. Jika kita memiliki tafsir Alqur’an maupun hadist silahkkan untuk sering-sering dibaca dan lihat asbabun-nuzulnya, serta jangan asal mengambil dalil dan mengait-ngaitkanya dengan masalah yang kita hadapi atau untuk mendukung pendapat kita semata. Ini Hanya sebuah pesan…….kita adalah da’i dan bukan tukang vonis. Memberi teladan sebelum berdakwah. Memahamkan dan bukan menghakimi. Yang pokok sebelum yang cabang…. Lanjut Baca »

MENGENAL DALIL-DALIL SYAR’IYYAH

(2 dari 10 Tulisan) 

Sebelum Melangkah Lebih jauh yuk.... Belajar Hukum-Hukum Syar’iyyah bareng Akhi Nabiel Fuad Al-Musawa dikota santri daripada salah menghukumi, kan parah.....selamat menikmati tulisan ini.....

I. AL-QUR’AN :
1. IJMAL : Ahkam I’tiqadiyyah (akidah), ahkam amaliyyah & ahkam khuluqiyyah

2. TAFSHIL : Ahkam ‘amaliyyah (ahkamul ibadat & ahkamul mu’amalah).

Ahkamul mu’amalah :

a. AKHWALU-SYAKHSYIYYAH : Keluarga, suami-istri, kerabat (kurang lebih ada 70 ayat).

b. AHKAMUL-MADANIYYAH : Hukum perdata. Pergaulan antar individu & masyarakat, seperti jual-beli, sewa-menyewa, gadai, wakalah, utang-piutang (kurang lebih ada 70 ayat).

c. AHKAMUL-JINAYYAH : Hukum pidana. Berkaitan dengan kejahatan mukallaf &
sanksinya (kurang lebih ada 30 ayat).

d. AHKAMUL-MURAFA’AT : Hukum acara. Berhubungan dengan lembaga peradilan, saksi & sumpah, keadilan antar ummat manusia (kurang lebih ada 13 ayat).

 e. AHKAMU-DUSTURIYYAH : Hukum perundang-undangan. Dasar UU, seperti  hak-hak hakim & terdakwa, hak-hak pribadi & masyarakat (kurang lebih ada 10 ayat).

 f. AHKAMUD-DAULIYYAH : Hukum ketatanegaraan. Hubungan antara negara Islam & non Islam,  pergaulan non muslim di negara Islam, hukum peperangan, delegasi politik (kurang lebih ada 25 ayat).

 g. AHKAMUL-IQTISHADIYYAH : Hukum ekonomi & perbankan. Seperti hak-hak fakir miskin, pendistribusian pendapatan, pencatatan jual-beli, hak orang lain dalam harta (kurang lebih ada 70 ayat). 
  Lanjut Baca »

Persamaan dan Perbedaan antara Islam dan Demokrasi

(3 dari 10 Tulisan)

Biasanya, setiap prinsip buatan manusia lemah. Jadi, sudah sewajarnya jika demokrasi memiliki cacat. Itulah yang membuatnya berbeda dengan syura Islam. Dalam hal persamaan dan perbedaan antara Islam dengan demokrasi, ada pandangan yang bagus dan seimbang dari salah seorang pemikir Islam dari Mesir, Dr. Dhiyauddin ar Rais.

Persamaan antara Islam dan Demokrasi

Dr. Dhiyauddin ar Rais mengatakan, Ada beberapa persamaan yang mempertemukan Islam dan demokrasi. Namun, perbedaannya lebih banyak. Persamaannya menyangkut pemikiran sisstem politik tentang hubungan antara umat dan penguasa serta tanggung jawab pemerintahan. Akhirnya, ar Rais sampai pada kesimpulan bahwa antara Islam dan demokrasi tidak hanya memiliki persamaan di bidang politik. Lebih dari itu, unsur-unsur yang terkandung dalam demokrasi dan keistimewaannya pun sudah terkandung di dalam Islam. Dalam menerangkan hal itu, dia mengatakan, Jika yang dimaksud dengan demokrasi seperti definisi Abraham Lincoln: dari rakyat dan untuk rakyat pengertian itu pun ada di dalam sistem negara Islam dengan pengecualian bahwa rakyat harus memahami Islam secara komprehensif. Jika maksud demokrasi adalah adanya dasar-dasar politik atau sosial tertentu (misalnya, asas persamaan di hadapan undang-undang, kebebasan berpikir dan berkeyakinan, realisasi keadilan sosial, atau memberikan jaminan hak-hak tertentu, seperti hak hidup dan bebas mendapat pekerjaan). Semua hak tersebut dijamin dalam Islam Lanjut Baca »

Pandangan dan Fatwa Ulama tentang Demokrasi dan Masuk Dalam Pemerintahan
(4 dari 10 tulisan)
 
Kalo ada yang mengatakan, wah ulama yang diambil....pro demokrasi. Wah belum baca kok dah komentar. Boleh masuk pemerintahan asal......? selamat menikmati...sabar ya... =)
 
Al-Maududi 
 Dalam hal ini al-Maududi secara tegas menolak demokrasi. Menurutnya, Islam tidak mengenal paham demokrasi yang memberikan kekuasaan besar kepada rakyat untuk menetapkan segala hal. Demokrasi adalah buatan manusia sekaligus produk dari pertentangan Barat terhadap agama sehingga cenderung sekuler. Karenanya, al-Maududi menganggap demokrasi modern (Barat) merupakan sesuatu yang berssifat syirik. Menurutnya, Islam menganut paham teokrasi (berdasarkan hukum Tuhan). Tentu saja bukan teokrasi yang diterapkan di Barat pada abad pertengahan yang telah memberikan kekuasaan tak terbatas pada para pendeta.
  Lanjut Baca »

(5 dari 10 Tulisan)

Kita wajib mengambil pelajaran dari sirah Rasulullah SAW, bukan hanya apa yang tersurat saja melainkan harus mampu menganalisa yang tersirat. Maksudnya bukan sekedar menjiplak zhahirnya belaka, melainkan juga harus tafaqquh secara wa’yu dengan melakukan analisa ilmiyah tentang hal melatar-belakangi apa yang dilakukan oleh beliau. Kita tidak boleh menghilangkan siroh begitu saja, karena itu adalah sejarah yang banyak mengandung hikmah dan pelajaran dalam memahami realitas.Sehingga tidak semua yang kita dapat tentang Rasulullah SAW harus disikapi langsung dengan hitam putih sebelum dianalisa dengan baik dan cermat tentang istimbath hukumnya. Apakah hal itu menjadi wajib, sunnah, mubah, makruh atau haram.

Hakikat Penolakan Tawaran

Di dar an-Nadwah, ketika ditawarkan oleh kafir Quraisy tentang harta atau kekuasaan, Rasulullah SAW memang menolaknya. Tetapi kita tahu bahwa harga atas harta dan kekuasaan itu sungguh naif, yaitu Rasulullah SAW harus berhenti dari dakwah. Sebodoh apapun seseorang pasti tahu bahwa tawaran itu sungguh tidak logis. Harta dan tahta itu tidak mungkin ditukar dengan menghentikan dakwah. Ini sama saja menolak kenabian, sebab tugas utama seorang nabi adalah dakwah. Maka sangat teramat wajar bila Rasulullah SAW menolaknya mentah-mentah. Itu tercermin dari ungkapan dan jawaban beliau yang disampaikan oleh Abu Thalib, Wahai paman, meski pun mereka meletakkan matahari di kananku dan bulan di kiriku agar aku berhenti dari dakwah ini, pastilah tidak akan kulakukan. Hinngga nanti Allah SWT menangkan dakwah ini atau aku mati bersamanya. Imbalan atas harta dan kekuasaan itu terlalu mahal, sebab yang mereka tuntut adalah berhenti dari dakwah. Jadi ini bukan tawaran yang adil dan siapapun pasti tidak akan menerimanya. Mereka yang mengharamkan masuk parlemen dengan dasar penolakan Rasulullah SAW atas kekuasan atau harta yang ditawarkan dalam peristiwa ini telah lupa dan kurang cermat, bahwa tawaran itu memang tidak adil sama sekali. Jadi argumen ini tidak terkait dengan keharaman masuk parlemen.

Sedangkan di masa kini, ketika partai Islam berupaya masuk parlemen, tidak ada konsekuensi untuk berhenti dari dakwah. Tidak ada yang menawarkan hal itu dan tidak ada yang mensyaratkan bahwa kalau partai Islam mau masuk parlemen harus dengan syarat berhenti dari berdakwah dan tidak boleh menegakkan Islam. Tidak ada bayaran untuk itu.

Dakwah Lewat Kekuasaan Lanjut Baca »

Ikhwan, Parlemen, Pemilu dan Partai Politik

(6 dari 10 tulisan)

Telah ada fatwa tentang haramnya seorang muslim aktif di parlemen. Alasannya, Allah Swt melarang kaum muslimin duduk satu majelis dengan orang-orang kafir yang memperolok-olok ayat Allah Swt, Keberadaan seorang muslim yang memperjuangkan aspirasi umat Islam di parlemen adalah ajang bagi orang-orang kafir untuk memper-olok-olok ayat-ayat Allah Swt di depan mereka. Alasan lain, parlemen bukan terlahir dari Islam, melainkan wajihah kufur dari Barat. Sesungguhnya di antara musibah yang menimpa kaum muslimin saat ini adalah ghirah Islam yang begitu tinggi, tetapi tidak diikuti landasan ilmu dan tashawwur (persepsi) yang benar terhadap ajaran Islam. Belum termasuk kelengahan sebagian ulamanya yang mudah menelorkan tarwa-fatwa instan yang justru kontraproduktif dengan perjuangan kaum muslimin. Itulah yang ditunggu-tunggu musuh-musuh Islam. Gerakan Islam yang mengatur strategi perjuangan dan pemanfaatan sarana terhenti dan jatuh lantaran fatwa-fatwa janggal yang mengharamkan parlemen, Pemilu dan partai politik. Anehnya mereka merasa telah berjasa untuk Islam dengan perbuatannya itu. Tanpa mereka sadari, musuh Islam bertepuk tangan dan berterima kasih kepada mereka karena telah menyelesaikan sebagian tugas musuh Islam dengan gemilang untuk mencegah para pejuang yang begitu payah memperjuangkan kejayaan agamanya. Lanjut Baca »

Kajian Ilmiah Tentang Partai Politik

(7 dari 10 Tulisan)

Ini adalah tulisan yang saya kutip dari Al-ikhwan.net. Salah satu sifat yang dikhawatirkan oleh Nabi Muhammad ShallaLLAHu ‘alaihi wa Sallam terjadi pada ummatnya adalah sifat ghuluw (ekstrem) dan tatharruf (menjauh dari kebenaran), yang merupakan sifat yang sangat dilarang oleh syari’ah, sebagaimana dalam hadits Nabi Muhammad ShallaLLAHu ‘alaihi wa Sallam berikut ini:Takutlah kalian terhadap sikap ekstrem dalam beragama, karena sesungguhnya yang telah mencelakakan ummat sebelum kalian adalah sikap ekstrem dalam beragama. [2]”

Salah satu bentuk dari sikap ghuluw tersebut adalah vonis baru (baca : bid’ah) yang tidak dikenal dalam referensi utama kaum muslimin, laa fil Qur’aan wa laa fis Sunnah, yaitu vonis hizbiyyah. Herannya lagi, bahwa vonis ini dilontarkan oleh sebagian orang yang mengaku-mengaku sebagai pemegang panji-panji Ahlus Sunnah dan pengikut Salafus Shalih, inna liLLAHi wa inna ilayhi raji’un..

Di berbagai forum dan tulisan – sebagian mereka — dengan getolnya melemparkan vonis tersebut kepada sesama saudara mereka muslim, para pejuang As-Sunnah dan penegak kalimat Tauhid, hanya karena mereka yang disebut terakhir ini membuat kelompok, atau partai ataupun jama’ah, yang tujuannya demi memudahkan kerja dakwah mereka. Kemudian mereka sematkanlah berbagai label seperti hizbiyyun, ahlul-hawa’ (para pengikut hawa nafsu), ahlul bid’ah, Sufi yang Sesat, dsb.Mereka kemudian mencari-mencari dalil untuk membenarkan klaim mereka tersebut, dan memvonis berbagai kelompok kaum muslimin sesama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, lalu mereka menemukan ayat yang “kelihatannya” bisa dipakai untuk mendukung klaim mereka itu dan dengan itu mereka berusaha membodohi orang-orang yang bodoh, membingungkan orang yang bingung dan menakut-nakuti orang yang penakut. Lanjut Baca »

Demonstrasi, Bagaimanakah Sikap Kita

(8 dari 10 Tulisan)

(kumpulan Tulisan)

Dalam wacana Islam demonstrasi disebut muzhoharoh, yaitu sebuah media dan sarana penyampaian gagasan atau ide-ide yang dianggap benar dan berupaya mensyi’arkannya dalam bentuk pengerahan masa. Demonstrasi merupakan sebuah sarana atau alat sangat terkait dengan tujuan digunakannya sarana atau alat tersebut dan cara penggunaannya. Sebagaimana misalnya pisau, dapat digunakan untuk berjihad, tetapi dapat juga digunakan untuk mencuri. Sehingga niat atau motivasi sangat menentukan hukum demonstrasi. Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya amal-amal itu terkait dengan niat. Dan sesungguhnya setiap orang akan memperoleh sesuai dengan niatnya. Maka barangsiapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu mendapatkan keridhoan Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia, maka akan mendapatkannya, atau karena wanita maka ia akan menikahinnya. Maka hijrah itu sesuai dengan niatnya (Muttafaqun alaihi).
Demonstrasi dapat bernilai positif, dapat juga bernilai negatif. Demonstrasi dapat dijadikan komoditas politik yang berorientasi pada perolehan materi dan kekuasaan, dapat juga berupa sarana amar makruf nahi mungkar dan jihad. Dalam kaitannya sebagai sarana amar makruf nahi mungkar dan jihad, demonstrasi dapat digunakan untuk melakukan perubahan menuju suatu nilai dan sistem yang lebih baik. Allah SWT. berfirman:
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai (QS At-Taubah 33 dan As-Shaaf 9) Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi (QS Al-Fath 28).
Lanjut Baca »

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!